JEMBER, CENDIKIA- Sejak pilkada serentak dilaksanakan pada 2015, 2017, 2018, hingga 2020, tren pasangan calon tunggal melawan kotak kosong di daerah kian meningkat. Di Pilkada 2020, ada 25 pasangan calon tunggal bersaing melawan kotak kosong. Jika merujuk pada tren dari 2015, bisa diprediksi pada pilkada serentak 2024 ini jumlahnya cenderung akan naik.
Salah satu daerah yang santer dikabarkan bakal melawan kotak kosong adalah Jember. Sebuah kabupaten di wilayah timur Jawa Timur. Hingga awal pekan ini, pasangan calon yang sudah mengantongi rekomendasi partai politik hanya satu. Muhammad Fawait dan Djoko Susanto.
Tiga kandidat lain yang sebelumnya sempat muncul, tak dilirik oleh partai politik. Bahkan, mantan Bupati Jember Faida dan eks birokrat Nanang Handono Prasetyo dipastikan pulang dengan tangan hampa. Padahal sebelumnya, kedua kandidat ini sudah melamar ke sejumlah parpol. Lamaran mereka ditampik.
Kini, tinggal satu kandidat yang berpeluang mendapatkan rekomendasi. Yakni, bupati petahana Hendy Siswanto yang dikabarkan tetap berpasangan dengan M Balya Firjaun Barlaman, wakil bupatinya. Namun, sejauh ini nasibnya masih sama dengan dua kandidat lainnya. Belum mengantongi rekomendasi. Ia baru mendapatkan surat tugas dari PDI Perjuangan, itupun juga ada nama Fawait di sana.
Berdasarkan hasil Pemilu 2024, ada delapan partai yang mendapatkan kursi di DPRD Jember. Terbanyak adalah Partai Gerindra dengan meraih 10 kursi. Secara berurutan disusul PKB 8 kursi, PDI Perjuangan 8 kursi, NasDem 6 kursi, PKS 6 kursi, Golkar 6 kursi dan PPP 5 kursi. Posisi juru kunci dipegang PAN dengan 1 kursi.
Dari delapan partai yang duduk di parlemen, tujuh di antaranya telah mengeluarkan rekomendasi kepada pasangan Fawait-Djoko. Meski kebenaran rekomendasi PPP masih simpang siur. Tinggal PDI Perjuangan yang belum menerbitkan rekomendasi.
Meski demikian, belakangan ada kabar jika Partai Golkar dan PPP akan membanting setir. Pindah haluan mendukung pasangan Hendy-Firjaun dengan mengeluarkan rekomendasi baru. Mereka disebut-sebut bakal berkoalisi dengan PDI Perjuangan mengusung pasangan Hendy-Firjaun melawan Fawait-Djoko.
Pengamat politik di Jawa Timur, Ahmad Toharudin menyatakan, Jember menjadi salah daerah yang menjadi barometer demokrasi dan pergerakan. Baginya aneh jika partai politik di Kota Pandhalungan ini lantas berkongsi mengusung hanya satu pasangan calon melawan kotak kosong. Hanya gegara takut pasangan calon mereka kalah pada Pilkada 2024.
“Jika sampai melawan kotak kosong, ini mengindikasikan adanya masalah serius dalam demokrasi kita. Pamor Jember yang awalnya menjadi barometer demokrasi dan gerakan di pentas nasional, otomatis akan pudar. Apalagi yang mau dibanggakan?” sindir Toha.
Menurut Toha, jika sampai terjadi melawan kotak kosong, hal ini mencerminkan kegagalan sistem demokrasi di Jember. Karena sejatinya demokrasi itu menghadirkan pilihan beragam bagi masyarakat dalam pemilihan umum. Demokrasi, kata dia, mestinya dipahami bukan hanya sebagai prosedur, melainkan sebuah sistem yang menjamin adanya kompetisi yang sehat dan adil.
“Melawan kotak kosong akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi kita. Saya kira, para petinggi parpol tingkat daerah hingga nasional, harus mereset cara berpikir mereka. Sebab, menentukan sikap politik dengan mengamini kotak kosong, sama saja dengan mendemonstrasikan bahwa otak mereka juga kosong. Karena parpol merupakan instrumen demokrasi,” ujarnya.
Dia pun menyarankan, jika opsi pasangan Fawait-Djoko benar-benar melawan kotak kosong terjadi, maka masyarakat harus membuat gerakan perlawanan. Hal ini agar demokrasi di kota yang menjadi barometer gerakan nasional ini tidak mati. Juga alarm bahwa pemilih di Jember tidak berotak kosong seperti para politisinya.
“Sejarah sudah membuktikan kotak kosong bisa menang. Pemilihan walikota di Makassar medio 2018 lalu bisa menjadi rujukan kita. Bahwa hegemoni parpol tak bisa mengalahkan kehendak rakyat. Vox populi vox dei. Tunjukkan jika kita tidak berotak kosong seperti mereka,” pungkasnya. (putra)