Praktek “Kejahatan Informasi” di Balik Bombardir Berita Laporan Dugaan Korupsi Pejabat Pemkab Jember

JEMBER, CENDIKIA.NET– Bombardir berita tentang laporan dugaan korupsi pejabat di Pemkab Jember, Jawa Timur, begitu semarak akhir-akhir ini. Namun sayang, warta yang dimuat oleh sejumlah media berbeda itu, rata-rata menerbitkan berita dengan narasi yang sama. Sepihak dan tendensius.

Dari pengamatan Cendikia.net, sedikitnya ada lima media berbasis siber itu. Masing-masing adalah detikperistiwa.co.id, kompas86.com, cobrabhayangkaranews.co.id, mitramabes.com dan 1fakta.com. Kelima media ini kompak memberitakan satu isu yang sama. Narasinya juga serupa. Titik dan koma nyaris tak berbeda.

Melihat fenomena semacam ini, Pengamat Media di Jawa Timur, Aditya Bagus Setiyono menilai, informasi yang disuguhkan oleh kelima media online tersebut sebagai praktek trial by the press.

Menurutnya, praktek semacam itu merupakan kejahatan informasi berkedok media. Karena warta yang disajikan, sama sekali tidak memenuhi standard pembuatan berita yang baik dan benar. Juga menyelisihi elemen dasar jurnalistik. Seperti keberimbangan berita, serta mengedepankan asas praduga tak bersalah.

“Trial by the press adalah peradilan sepihak yang dilakukan oleh media massa dengan memberikan berita terus menerus, sehingga menarik opini publik untuk menghakimi seseorang. Baik orang per orang maupun pejabat. Padahal, proses perkaranya belum berkekuatan hukum tetap,” jelas Aditya.

Berdasarkan pengamatannya, kelima media daring itu telah mempraktekkan trial by the press tersebut. Karena berita yang dimuat hanya berdasarkan dari satu sumber saja. Tak ada penjelasan dari aparat berwenang yang menerima laporan atau menyelidiki perkara itu. Termasuk, nihil konfirmasi dari pejabat yang dilaporkan.

Dia pun meminta publik curiga atas berita yang disebarkan. Tidak gampang percaya dan berupaya mencari sumber berita lain dari media yang kredibel. Sebab, Aditya menduga, penanggung jawab redaksi lima media online tersebut belum memahami kode etik jurnalistik dengan baik. Termasuk para kru redaksi yang bertugas di lapangan.

“Publik harus mendapat edukasi, sehingga mereka bisa membedakan mana media yang dikelola secara profesional dan mana media abal-abal. Saya kira, kelima media online itu dikelola secara serampangan. Jadi, publik jangan gampang percaya dengan setiap informasi yang dibagikan. Hati-hati dan kroscek kembali,” pesannya.

Aditya menegaskan, dirinya tidak dalam kapasitas membela pejabat yang diberitakan. Tapi hanya resah, karena informasi yang tersebar jauh dari etika jurnalistik yang benar. Dan model berita semacam ini, harus ada yang meluruskan. Agar publik tak teracuni dengan informasi yang kebenarannya belum teruji.

“Karena salah-salah, informasi yang disuguhkan mengarah ke fitnah. Dan publik tidak boleh mendapat berita sampah semacam itu. Harus ada yang berani bersuara untuk memberikan edukasi,” pungkasnya. (putra)

Spread the love

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *