KPK Didesak Selidiki Dugaan Korupsi Bantuan Keuangan Desa yang Terhubung ke Fawaid

JEMBER, CENDEKIA.NET- Bantuan Keuangan (BK) Desa dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2022 melalui Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (P-APBD), ditengarai bermasalah.

Pasalnya, hampir semua desa penerima bantuan tersebut tidak menerima secara utuh. Karena mereka harus membayar setoran hingga Rp 100 juta lebih dari Rp 500 juta dana yang seharusnya diterima.

Upeti itu diserahkan kepada orang-orang yang terhubung dengan politisi. Sebab, bantuan ini diklaim jerih payah mereka. Untuk daerah pemilihan Jember dan Lumajang, pungutan itu dilakukan oleh orang­-orang yang disebut sebagai tim Muhammad Fawaid, anggota DPRD Jawa Timur.

Pegiat anti korupsi di Jawa Timur, Rizal Afandi mengungkapkan, masyarakat sebenarnya sudah gerah dengan kabar pungutan tersebut. Oleh karenanya, dia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun untuk menyelidiki kasus ini.

“Kami mengapresiasi kinerja KPK karena telah menetapkan tersangka hibah pokir. Selanjutnya, kami juga meminta agar KPK mengusut dugaan penyelewengan dana BK Desa yang nilainya puluhan miliar. Bagaimanapun uang ini milik rakyat. Jadi wajib dipertanggungjawabkan,” ucapnya kepada Cendikia.net.

Dia pun mendesak agar KPK memeriksa 105 anggota DPRD Jawa Timur. Selain mendalami hibah pokir, juga mengembangkannya ke perkara hibah bantuan keuangan desa. Dan para penerima bantuan tersebut, yakni pemerintah desa, juga perlu dimintai keterangan.

Informasi yang diterima Cendekia.net, untuk Kabupaten Jember saja total ada 73 desa yang menerima bantuan ini. Setiap kecamatan jumlah desa yang menerima berbeda-beda. Seperti di Kecamatan Silo ada empat desa. Salah satunya adalah Desa Sidomulyo.

Rizal Afandi memaparkan, pencairan bantuan ini disebut-sebut di bawah kendali Fawaid bersama orang-orangnya. Ada tiga orang di pemerintahan desa yang mengetahui pencairan bantuan itu. Mereka adalah kepala desa, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Ketua Tim Pelaksana Kegiatan (TPK).

“Sebelumnya, dugaan penyelewengan BK Desa ini sudah diadukan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur. Namun, saya kira akan lebih cepat penyelesaiannya jika diambil alih oleh KPK. Biar satu paket pengusutannya dengan perkara hibah pokir,” bebernya.

Di sisi lain, Rizal Afandi juga menyoroti ramainya kabar di media sosial yang juga mencatut nama Fawaid. Dalam video yang berbentuk potongan berita televisi itu, Fawaid dikabarkan menerima bantuan dua kali. Sementara anggota DPRD yang lain cuma sekali. Dia pun mendesak agar lembaga anti rasuah ini bergerak cepat mengusut indikasi penyelewengan tersebut.

“Pada kasus hibah pokir, penyidik mengungkapkan modus operandi korupsi APBD itu. Yakni dengan membentuk kelompok masyarakat atau pokmas fiktif. Modus lainnya, meski ada pokmasnya tapi yang mengerjakan bukan pokmas, tapi orang lain. Ini yang harus diusut tuntas,” desaknya.

Menurutnya, pada kasus hibah pokir, pokmas hanya menjadi alat untuk menyedot uang rakyat. Karena memang banyak yang fiktif. Termasuk di Jember. Dia menduga, banyak pokmas yang hanya dibuat syarat saja. Begitu bantuan keluar dan uang diambil dari bank, pokmas hanya diberi uang sekedarnya. Sisanya dibawa langsung oleh tim legislator itu.

“Pada bantuan keuangan desa, saya menduga modusnya tak jauh berbeda. Jadi yang mengambil uang di bank adalah pemerintah desa. Mereka menerima utuh sesuai pagu. Tapi setelah uang diambil, kemudian mereka setor hingga 100 juta lebih kepada orang-orang yang terhubung ke Fawaid. Ini yang harus diusut,” pungkasnya. (putra)

Spread the love

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *